Di antara dosa yang dilakukan lisan ketika hujan turun terus-menerus dan manusia mulai merasa terganggu aktivitas dan kesehariannya, bisa jadi mulai ada sebagian manusia yang mencela dan mencaci-maki hujan. Semisal: ‚Hujan ini turun terus, membuat manusia menjadi sulit beraktivitas, hujan si*l*n‛ Atau menunjukkan suatu ucapan atau perbuatan yang menunjukkan tidak ridha dengan hujan yang turun. Semisal ucapan: ‚Yah hujan lagi, hujan lagi, aduh‛ Hal ini perbuatan yang tercela, dengan mencela angin atau hujan sungguh belakunya telah mencela Allah Taal. Karena sesungguhnya hanya Allah yang mengatur keduanya. Perlu diketahui bahwa hujan itu adalah rahmat dari Allah.
Allah berfirman
وَهُوَ ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَقَلَّتۡ سَحَابٗا ثِقَالٗا سُقۡنَٰهُ لِبَلَدٖ مَّيِّتٖ فَأَنزَلۡنَا بِهِ ٱلۡمَآءَ فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِۚ كَذَٰلِكَ نُخۡرِجُ ٱلۡمَوۡتَىٰ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٥٧
Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.
Ibnu Katsir rahimahulah menjelaskan bahwa maksud rahmat pada ayat ini adalah hujan. Beliau berkata, : ” ‚Maksud dari ‘sebelum datangnya rahmat-Nya’ yaitu sebelum datang hujan. ‛ [Tafsir Ibnu Katsir]
Dalam ayat lain juga Allah menyebutkan hujan sebagai
rahmat. Allah berfirman, :
وَهُوَ ٱلَّذِي يُنَزِّلُ ٱلۡغَيۡثَ مِنۢ بَعۡدِ مَا قَنَطُواْ وَيَنشُرُ رَحۡمَتَهُۥۚ وَهُوَ ٱلۡوَلِيُّ ٱلۡحَمِيدُ ٢٨
‚Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. ‛ (QS. Asy Syuura 42: 28).
Hujan adalah rahmat Allah, tentu kita dilarang mencela hujan dan angin yang bersama hujan tersebut.
,Rasulullah shallalahu alaihiwassalam bersabda
لا تسبوا الريح…..
‛Janganlah kamu mencaci maki angin. ‛ [HR. Tirmidzi, shahih]
Allah yang mengatur waktu, cuaca dan seluruh alam semesta ini. Mencela dan memaki hal tersebut, berarti mencela Allah yang telah mengaturnya.
قال الله عز وجل : يؤذيني ابن آدم يسب الدهر ، وأنا الدهر بيدي الأمر ، أقلب الليل والنهار – رواه البخاري ومسلم –
,Rasulullah shallalahu alaihiwassalam bersabda
‛Allah bberfirman, ‚Anak Adam menyakitiKu. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolakbalikkan malam dan siang. ‛ [HR. Muslim]
Bagaimana jika hujan terus-menerus turun tanpa henti? Kita bisa berdoa kepada Allah yang mengatur hujan, agar hujan dialihkan dari kita, dengan doa berikut
الَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
(Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa, Allahumma ‘alal aakaami wadz dzirabi wa buthunil awdiyati wa manabitis syajari) ‚Ya Allah, Hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya, Allah, Berilah hujan ke daratan tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan. ‛ [HR. Al-Bukhari 1/224 dan Muslim 2/614]
Atau untuk ringkasnya membaca
الَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا
‚Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami dan tidak kepada kami.‛86
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan,
‚Maksud hadits ini adalah memalingkan hujan dari bangunan dan pemukiman. Al-Aakaam adalah jamak dari akamah dengan memfathahkan hamzah, yaitu gunung kecil atau apa yang tinggi di bumi (dataran tinggi). Azh-zhiraab maknanya adalah bukit yang kecil. Adapun penyebutan lembah karena di situlah empat berkumpulnya air dalam waktu yang lama sehingga biasdimanfaatkan oleh manusia dan binatang ternak. ‛
, Ibnu Daqiq Al-‘Ied menjelaskan
Hadits ini merupakan dalil doa memohon dihentikan dampak buruk hujan, sebagaimana dianjurkan untuk berdoa agar turun hujan, ketika lama tidak turun. Karena semuanya membahayakan (baik lamatidak hujan atau hujan yang sangat lama, pent).
Disalin dari buku “Lisan Yang Menyekutukan Allah” Hal. 83-86
Abu Hazim